Pramuka
Senin, 20 September 2010 | 09:25 WIB
Toriq Hadad
# Wartawan Tempo
Sudah lama tak bersua, kawan saya, Dul Simo, tampak sangat bersemangat ketika kami bertemu. Pasti ini karena suasana Lebaran. Ternyata saya salah.
"Saya gembira betul, Mas. Dewan Perwakilan Rakyat akhirnya mau studi banding tentang Pramuka," katanya sambil mengguncang tangan saya keras-keras. Terus terang saya kaget terhadap pendapatnya yang melawan arus. Tapi saya putuskan tak meladeni Dul.
"Sudahlah, Dul. Saya capek berdebat, masih suasana Lebaran. Semua orang mengkritik studi banding Pramuka itu. Kok, kamu jadi aneh sendiri?" jawab saya sekenanya. Dul terus bicara.
"Mas, orang yang mengkritik itu keliru. Saya pernah ikut Pramuka, bahkan sampai jadi penegak. Ikut jambore juga pernah. Pramuka merupakan singkatan Praja Muda Karana, artinya rakyat muda yang suka berkarya," kata Dul beruntun.
Dahi saya berkerut. Sebelum sempat mencerna kalimat-kalimatnya, Dul nyerocos lagi.
"Mas tahu enggak tujuan Pramuka? Membentuk manusia berkepribadian, berwatak luhur, tinggi moral, dan budi pekerti. Juga cerdas, terampil, dan kuat. Anggota Pramuka berjiwa Pancasila, setia dan patuh kepada negara. Begitu, Mas."
"Lalu apa hubungannya semua kehebatan Pramuka itu dengan anggota DPR," sergah saya.
"Mas tahu kan bahwa orang-orang DPR itu hampir memiliki semua. Gaji besar, fasilitas oke, status terpandang. Kekurangannya hanya satu: tak punya karya. Pramuka bisa menutupi kekurangan ini. Saya yakin semangat Pramuka akan membuat DPR lebih giat mencetak undang-undang. Memperbaiki sifat malas rapat. Anggota DPR akan tahu bahwa cari kerja sampingan tak sesuai dengan tujuan Pramuka, yakni membentuk budi pekerti luhur."
Saya tak sanggup lagi diam.
"Jadi kita harus salut kepada gagasan studi banding ini?" tanya saya.
"Benar, Mas. Kita harus bangga, sedikit terharu juga boleh. Gagasan ini brilian. Pramuka akan mengobati menguapnya akhlak terpuji dari Senayan. Pramuka akan menangkal kebiasaan makan suap, seperti dalam pemilihan orang kedua Bank Indonesia dulu. Kalau DPR mengadopsi semangat Pramuka, tak akan ada lagi aneka jenis korupsi. Tak ada lagi anggota DPR meringkuk di hotel prodeo. Pramuka tahu persis bagaimana menakar prioritas dalam hidup. Setelah studi banding selesai, saya yakin DPR akan menolak rencana membangun gedung baru lebih dari satu triliun rupiah itu."
Terperangah saya dengan keyakinan berlebih ini.
"Apakah Pramuka itu seperti sejenis mantra sulap yang seketika bisa mengubah segalanya?" sanggah saya.
"Saya yakin, Mas. Kita sudah mencoba banyak hal untuk mengubah bangsa ini. Gagal. Ini waktunya kita mencoba Pramuka. Bayangkan. Para anggota DPR akan mengadakan jambore di halaman gedungnya. Pimpinan DPR akan duduk melingkari api unggun bersama Presiden dan petinggi negeri yang lain. Semua dibicarakan dengan semangat kekeluargaan. Semua akan beres. Jadi DPR tak perlu bersitegang terus dengan Presiden."
Sebelum Dul bicara, saya bertanya, "Tapi apa perlu sampai pergi ke tiga negara dan menghabiskan miliaran rupiah untuk belajar Pramuka?"
Dul kaget. "Tiga negara apa, Mas? Miliaran apa?"
Saya ikut kaget. "Lho, kamu tak tahu studi banding itu dilakukan di luar negeri?"
Dul akhirnya mengaku. "Enggak tahu, Mas. Saya hanya baca kepala berita koran di perempatan jalan. Itu pun dari atas bus kota. Saya kira studi banding itu hanya ke markas Pramuka di Medan Merdeka Timur. Jadi kan enggak perlu ongkos."
Saya Copas dari sini :
http://www.tempointeraktif.com/hg/carianginKT/2010/09/19/krn.20100919.212229.id.html